Call for Papers: “Kajian Budaya Setelah Kiamat (Cultural Studies after the End of the World)”

Sebagai bagian dari perayaan ulang tahun ke-25 Program Pascasarjana Kajian Budaya di Universitas Sanata Dharma, Retorik: Jurnal Ilmu Humaniora menyelenggarakan edisi khusus dengan tema “Kajian Budaya Setelah Kiamat (Cultural Studies after the End of the World)”. *

Artikel-artikel yang mengacu pada wacana terkini tentang kondisi Antroposen, khususnya yang berkaitan (baik positif maupun kritis) dengan new materialism, object-oriented philosophy, pluriversal politics, sangat diharapkan. Namun, apa pun sudut pandang teoritis yang digunakan, kami mendorong para kontributor edisi khusus ini untuk mempertimbangkan berbagai pengertian yang dapat dimiliki oleh ungkapan “akhir dunia” dalam konteks Indonesia dan memasukkan refleksi tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan kajian budaya sebagai suatu praktik politik-intelektual di Indonesia.

Retorik menerima penyerahan artikel orisinal dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Retorik tidak mengabaikan pendekatan non-tradisional dan penelitian mutakhir. Retorik memiliki semangat agon tertentu: penulis didorong untuk tidak takut “naming the enemy” atau melawan arus saat mereka memperebutkan posisi mereka.

 

SUBMISSION DEADLINE: 1 SEPTEMBER 2025

UNTUK PUBLIKASI DALAM: Retorik: Jurnal Ilmu Humaniora, Vol.13, No.2 (December 2025)

 

Retorik tidak memungut biaya pemrosesan artikel (APC).

Website / Online Submission: https://e-journal.usd.ac.id/index.php/Retorik/index

Mohon kirim pertanyaan ke tim redaksi melalui email berikutnya:

jurnalretorik@gmail.com

 

* Catatan:

Seperti yang tersirat dari signifier "Antroposen", "new materialism", serta "object-oriented philosophy" dalam CfP, ekspresi "the end of the world" dalam CfP ini diambil dari wacana Antroposen dalam humaniora dan ilmu sosial yang berawal dari pengakuan kondisi kontemporer yang dicirikan oleh perubahan iklim, kehancuran kapitalis dan industri ekstraktif, dan disfungsi onto-epistemologi modern sebagai "loss of world (kehilangan dunia)" dan "living on in the ruins (hidup dalam reruntuhan)". Buku yang penting oleh Anna Tsing berjudul The Mushroom at the End of the World. Timothy Morton juga secara eksplisit menghubungkan hiperobjek dengan tesis "akhir dunia". Masih banyak contoh lainnya, yang tidak perlu disebutkan. Jadi, sebenarnya, "the end of the world" adalah ungkapan yang mengariskan tren tertentu dalam pemikiran kontemporer tentang kondisi Antroposen. Berikut adalah satu artikel (open access) yang cukup baru yang menyebutkan beberapa literatur yang relevan:

Bargués, P., Chandler, D., Schindler, S., & Waldow, V. (2024). Hope after ‘the end of the world’: Rethinking critique in the Anthropocene. Contemporary Political Theory, 23(2), 187–204. https://doi.org/10.1057/s41296-023-00649-x

Namun untuk memperjelas: Meskipun tema edisi khusus ini ambil inspirasi dari wacana tertentu tentang Antroposen, CfP Retorik ini bersifat terbuka. Ada banyak cara lain untuk menghubungkan ungkapan "the end of the world" dalam konteks Indonesia kontemporer, yang tidak bergantung pada diskusi-diskusi yang ada yang dipengaruhi oleh new materialism, pluriversalismposthumanism, atau object-oriented philosophy.