Fantasi dan Simulasi Kehidupan dalam Game The Sims
(1) Magister Kajian Budaya, Universitas Sanata Dharma
(*) Corresponding Author
Abstract
Tumbuh dan besar dalam lingkungan orang-orang yang menggilai game hingga akhirnya saya sendiri terjun dalam kenikmatan bermain game, membawa saya pada penelitian ini. Sering melihat, mengamati, hingga mengalami sendiri perilaku gamer ketika menikmati dunia fantasi game, menumbuhkan rasa penasaran, apa yang membuat game begitu digandrungi. Mengapa orang rela terjaga sepanjang hari untuk memenangkan pertandingan game, bahkan ada yang rela mati demi sebuah game?
Tidak hanya sebatas genre, video game sejatinya juga adalah ruang fantasi dan simulasi bagi gamer. Namun, bagaimana gamer sebagai pelaku dalam dunia virtual ini mengartikulasikan serta menjalankan fantasi juga simulasi dalam jagad simulasi The Sims? Pertanyaan besar ini yang saya analisis menggunakan teori simulasi dan hiperrealitas.
Melalui pola permainan gamer, saya mengartikulasikan fantasi apa yang dijalankan gamer ketika memainkan game The Sims. Terkait dengan The Sims sebagai permainan simulasi kehidupan, saya melihat lebih dalam tentang simulasi apa yang dilakukan gamer melalui game The Sims, serta bagaimana keterkaitan simulasi yang dilakukan gamer dengan kehidupan sehari-hari mereka di dunia nyata dan begitu pun sebaliknya, bagaimana kehidupan sehari-hari gamer di dunia nyata mempengaruhi dunia simulasi mereka di dalam The Sims.
Penelitian ini adalah sebuah penelitian kualitatif yang menggunakan metode etnografi. Prosesnya, saya melakukan pengamatan langsung dan wawancara kepada delapan gamer yang menjadi subjek utama penelitian, untuk mengungkap makna dan fungsi dari pengalaman mereka bermain game The Sims. Di sini saya melakukan refleksi terhadap sikap, ucapan, dan tindakan, para gamer sehingga terjadi penafsiran intersubjektif.
The Sims adalah semesta yang tak terbatas. Gamer tidak hanya menjalankan fantasinya sebagai bentuk perpanjangan nostalgia, atau bentuk representasi dari kehidupan nyata, namun juga melakukan simulasi. Gamer menyimulasikan kehidupan mereka ke dalam The Sims. Gamer benar-benar melakoni kehidupan di dalam The Sims, ketika mereka membangun keluarga, bahkan menjadi dirinya sendiri tanpa adanya batas antara dirinya di dunia nyata dengan di dalam The Sims. Gamer tidak hanya merasa hidup di dalam dua dunia, beberapa dari mereka bahkan merasa lebih hidup di dalam The Sims. Batas antara realitas dan imajiner tidak lagi mampu dipisahkan.
Melalui teori simulakrum dan hiperrealitas Baudrillard, kita akan melihat bagaimana gamer menikmati prosesi kematian realitas, dan menikmati makna kematian itu. Matinya realitas ini menjadi candu yang semakin gamer gencar terhubung dengannya akan semakin nikmat untuk dihisap. The Sims adalah simulasi juga hiperrealitas, The Sims adalah morfin bagi gamer, di mana realitas sesungguhnya justru ada di dalam The Sims.[yf1]
[yf1]Abstrak bisa dibuat lebih singkat
DOI: https://doi.org/10.24071/ret.v8i2.6486
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2023 Aurelia Marshal
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Retorik: Jurnal Ilmu Humaniora is published by the Graduate Program in Cultural Studies at Sanata Dharma University, Yogyakarta, Indonesia.
Retorik is also available in print edition. Please click here for contact information.