Panggung Poskolonial Indonesia dalam Narasi "Memoar Tanah Rucuk"

Timoteus Anggawan Kusno(1*),

(1) 
(*) Corresponding Author

Abstract


Rezim otoritarian Orde Baru menggunakan “sejarah” sebagai perangkat ideologis yang memiliki peran kunci dalam membangun ingatan bersama. Lengsernya Suharto dari kekuasaan rupanya tidak lantas merubah cara “sejarah” dipandang. Sebagai sebuah sistem pikir, Orde Baru telah dengan ketat memistifikasi cara manusia Indonesia membaca, dan mendudukkan “sejarah”. Proyek seni “Memoar Tanah Runcuk” merupakan sebuah upaya untuk menantang cara pembacaan “sejarah” yang terlanjur (di)mapan(kan) dan menjadi versi tunggal. Sebagai sebuah karya seni, proyek yang meleburkan narasi fiksi dengan ingatan historis ini berupaya mendemistifikasi kekakuan cara pandang atas “sejarah”, sekaligus mendudukannya dalam perspektif pascakolonial. Tulisan ini membongkar segenap proses penciptaan, pendekatan, metodologi, maupun bangunan fiksi dan segenap studi yang mendasari karya seni Memoar Tanah Runcuk yang dikembangkan oleh penulis.



DOI: https://doi.org/10.24071/ret.v4i2.421

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2017 Timoteus Anggawan Kusno

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Retorik: Jurnal Ilmu Humaniora is published by the Graduate Program in Cultural Studies at Sanata Dharma University, Yogyakarta, Indonesia.

Retorik is also available in print edition. Please click here for contact information.