Penggambaran Sosok Musuh dalam Film Superhero (Kritik Ideologi atas Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X)

Nicolaus Gogor Seta Dewa

Abstract


Cerita-cerita superhero biasa dianggap sebagai ungkapan ketidakpuasan terhadap masalah sosial dan cara masyarakat berfantasi untuk menghadapi masalah tersebut. Akan tetapi, dalam perkembangannya banyak cerita superhero yang menggambarkan ketidakmampuan superhero dalam menjawab permasalahan. Cerita-cerita itu menjadi komentar dan kritik terhadap masalah politik dan sosial. Popularitas cerita superhero semakin terangkat setelah pergantian ke abad 21, dengan ditandai menjamurnya film-film superhero Hollywood yang sering merajai pendapatan box-office. Popularitas suatu genre film menandakan adanya suatu momen sosial yang sedang terjadi.

Penelitian ini berusaha membaca film superhero dan wacana yang dibawa dengan meilhat tiga contoh film superhero dari Amerika Serikat dan Indonesia, yaitu Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X. Penelitian ini juga berusaha melihat ideologi dalam ketiga film tersebut, dengan fokus pada sosok musuh yang digambarkan di situ. Sebelum masuk ke bagian tersebut, ketiga film superhero itu diteliti dengan metode analisis struktural naratif Roland Barthes. Analisis tersebut menjadi landasan pembacaan ideologi di tahap berikutnya, sekaligus utopia yang termasuk dalam konsep ideologi, budaya populer dengan menggunakan teori Douglas Kellner. Pembacaan itu dilakukan dengan melihat berbagai oposisi dan tema yang mengemuka dalam Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ada pembangunan narasi yang antagonistik, berfokus pada sosok musuh yang berusaha dikalahkan. Ada ambivalensi yang terjadi baik dalam tokoh superhero maupun musuh. Superhero harus menempati ruang antara hukum dan kejahatan, sedangkan musuh memiliki idealisme yang ingin dibangun di masyarakat, sehingga pembedaan antara superhero dan musuh menjadi kabur. Yang ingin dibangun dari narasi semacam ini adalah harapan dapat mengatasi masalah sosial, tetapi tanpa melupakan eksplorasi agar masalah tidak hanya dipandang dari satu sisi. Hal itu juga memperlihatkan bahwa budaya media atau budaya populer tidak hanya mementingkan aspek hiburan, namun juga tidak lepas dari ideologi dan konteks sosialnya.




DOI: https://doi.org/10.24071/ret.v9i1.4564

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2022 Nicolaus Gogor Seta Dewa

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Retorik: Jurnal Ilmu Humaniora is published by the Graduate Program in Cultural Studies at Sanata Dharma University, Yogyakarta, Indonesia.

Retorik is also available in print edition. Please click here for contact information.