Allah yang Historis

Tom Jacobs(1*),

(1) Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
(*) Corresponding Author

Abstract


Manusia secara fundamental merindukan Allah, yang mengatasi segala-galanya yang ada di dalam dunia. Ia tidak pernah dapat menjangkau Allah, tetapi Allah mendekati dia. Dengan demikian, Allah masuk ke dalam sejarah manusia dan menjadi bagian dari padanya. Allah mendapat suatu ekspresi insani, baik dalam rumusan firman-Nya naupun dalam kisah penampakan-Nya. Dan rumus serta gambaran itu tidak jarang menjadi objek iman sendiri. Dengan demikian terjadilah pluralisme agama dan pluralisme paham Allah. Dan, itu hanya dapat diterima kalau mengakui semua agama, termasuk agamanya sendiri, sebagai historis-relatif. Di dalamnya terwujud relasi dengan Allah yang absolut. Akan tetapi, tidak dapat disangkal ketergantungan pada tradisi dan kebudayaan, juga dalam penghayatan iman itu sendiri. Maka, yang penting sebetulnya bukan paham Allah, tetapi pemahaman akan relasi Allah dengan manusia. Relasi itu bukanlah sesuatu yang historis melulu, melainkan menyangkut hubungan penciptaan. Manusia, diciptakan menuju Allah, merupakan keterbukaan total bagi Allah. Dan, dalam keterarahan total kepada misteri ilahi, manusia dapat menjumpai Allah dalam situasi yang konkret.


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.